AKNB

Senin, 14 Desember 2009

infeksi candida

Candida albicans secara alami sebenarnya terdapat pada membrane mukosa dalam tubuh kita, paling banyak terdapat dalam saluran pencernaan. Selain itu, Candida juga ditemukan dalam vagina yang sehat, mulut, dan rektum. Jika pertumbuhannya terlalu pesat, Candida dapat menginfeksi vagina, sehingga terjadi peradangan, yang disebut candidiasis.

Candidiasis bisa menyerang wanita di segala usia, terutama usia pubertas. Keparahannya berbeda antara satu wanita dengan wanita lain dan dari waktu ke waktu meski pada wanita yang sama. Gejalanya, bibir vagina dan kulit di sekitarnya membengkak, menjadi kemerahan, nyeri, dan gatal. Vagina terasa panas setiap kali buang air kecil.

Candidiasis adalah penyakit jamur, yang bersifat akut atau subakut disebabkan oleh spesies Candida, biasanya oleh spesies Candida albicans dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki, atau paru, kadang-kadang dapat menyebabkan septikemia, endokarditis, atau meningitis.

Nama lain dari Candidiasis adalah kandidosis, dermatocandidiasis, bronchomycosis, mycotic vulvovaginitis, muguet, dan moniliasis. Istilah candidiasis banyak digunakan di Amerika, sedangkan di Kanada, dan negara-negara di Eropa seperti Itali, Perancis, dan Inggris menggunakan istilah kandidosis, konsisten dengan akhiran –osis seperti pada histoplasmosis dan lain – lain.

Gejala khas candidiasis yang paling dikenal oleh umum adalah keluarnya cairan vagina berwarna putih menyerupai keju cottage. Mungkin karena inilah candidiasis popular dengan sebutan ‘keputihan’. Cairan putih keju tersebut berbau tidak sedap, tetapi tidak busuk. Ketika Candida tumbuh semakin pesat, sel-selnya mengalami metamorfosis. Sebagai khamir alias ragi yang semula selnya berbentuk bulat, berubah menjadi kapang yang berfilamen, memiliki sulur-sulur akar. Akar ini akan berkembang semakin panjang dan menembus sel mukosa usus. Setelah mencapai sistem sirkulasi, Candida akan melepaskan zat racun. Bersama protein yang tidak tercerna, zat racun ini akan merasuki seluruh jaringan tubuh dan mengakibatkan kemerosotan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya, muncul reaksi alergi, kelelahan, dan masalah kesehatan lainnya. Istilah lain gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh ‘jamur’ Candida ini adalah sindroma Candida kronis (Candida-Related Complex, CRC).

EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur terutama bayi dan orang tua, baik laki – laki maupun perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat sebagai saprofit. Gambaran klinisnya bermacam – macam sehingga tidak diketahui data – data penyebarannya dengan tepat.

ETIOLOGI

Yang tersering sebagai penyebab ialah Candida albicans yang dapat diisolasi dari kulit, mulut, selaput mukosa vagina, dan feses orang normal. Sebagai penyebab endokarditis kandidosis ialah Candida parapsilosis dan penyebab kandidosis septikemia adalah Candida tropicalis.

Genus Candida merupakan sel ragi uniseluler yang termasuk ke dalam Fungi imperfecti atau Deuteromycota, kelas Blastomycetes yang memperbanyak diri dengan cara bertunas, famili Cryptococcaceae. Genus ini terdiri lebih dari 80 spesies, yang paling patogen adalah C. albicans diikuti berturutan dengan C. stellatoidea, C. tropicalis, C. parapsilosis, C. kefyr, C. guillermondii dan C. krusei.

PATOGENESIS

Infeksi kandida dapat terjadi, apabila ada faktor predisposisi baik endogen maupun eksogen. Faktor endogen meliputi perubahan fisiologik, umur,dan imunologik.

Perubahan fisiologik seperti kehamilan (karena perubahan pH dalam vagina); kegemukan (karena banyak keringat); debilitas; latrogenik; endokrinopati (gangguan gula darah kulit); penyakit kronik seperti: tuberkulosis, lupus eritematosus dengan keadaan umum yang buruk.

Umur contohnya: orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi karena status imunologiknya tidak sempurna. Imunologik contohnya penyakit genetik.

Faktor eksogen meliputi: iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan respirasi meningkat, kebersihan kulit, kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur, dan kontak dengan penderita misalnya pada thrush, dan balanopostitis.

GEJALA

Gejalanya bervariasi, tergantung kepada bagian tubuh yang terkena., dapat dibagi menjadi: infeksi pada lipatan kulit (infeksi intertriginosa), infeksi vagina (vulvovaginitis), infeksi penis, thrush, perléche, dan paronikia.

Infeksi pada lipatan kulit (infeksi intertriginosa) biasanya menyebabkan ruam kemerahan, yang seringkali disertai adanya bercak-bercak yang mengeluarkan sejumlah kecil cairan berwarna keputihan. Biasanya timbul bisul-bisul kecil, terutama di tepian ruam dan ruam ini menimbulkan gatal atau rasa panas. Ruam Candida di sekitar anus tampak kasar, berwarna merah atau putih dan terasa gatal.

Infeksi vagina (vulvovaginitis) sering ditemukan pada wanita hamil, penderita diabetes atau pemakai antibiotik.Gejalanya berupa keluarnya cairan putih atau kuning dari vagina disertai rasa panas, gatal dan kemerahan di sepanjang dinding dan daerah luar vagina.

Infeksi penis sering terjadi pada penderita diabetes atau pria yang mitra seksualnya menderita infeksi vagina. Biasanya infeksi menyebabkan ruam merah bersisik (kadang menimbulkan nyeri) pada bagian bawah penis.

Thrush merupakan infeksi jamur di dalam mulut. Bercak berwarna putih menempel pada lidah dan pinggiran mulut, sering menimbulkan nyeri. Bercak ini bisa dilepas dengan mudah oleh jari tangan atau sendok. Thrush pada dewasa bisa merupakan pertanda adanya gangguan kekebalan, kemungkinan akibat diabetes atau AIDS. Pemakaian antibiotik yang membunuh bakteri saingan jamur akan meningkatkan kemungkinan terjadinya thrush.

Perléche merupakan suatu infeksi Candida di sudut mulut yang menyebabkan retakan dan sayatan kecil. Bisa berasal dari gigi palsu yang letaknya bergeser dan menyebabkan kelembaban di sudut mulut sehingga tumbuh jamur.

Paronikia adalah candida tumbuh pada bantalan kuku, menyebabkan pembengkakan dan pembentukan nanah. Kuku yang terinfeksi menjadi putih atau kuning dan terlepas dari jari tangan atau jari kaki.

PEMBANTU DIAGNOSIS

Dapat dibagi menjadi pemeriksaan langsung dan pemeriksaan biakan. Pemeriksaan langsung: kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 10% atau dengan pewarnaan gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa semu.

Pemeriksaan biakan: bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dektrosa glukosa Sabouraud, dapat pula agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol) untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan dalam suhu kamar atau lemari suhu 37ºC, koloni tumbuh setelah 24-48 jam, berupa yeast like colony. Identifikasi Candida albicans dilakukan dengan membiakkan tumbuhan tersebut pada corn meal agar.

DIAGNOSIS BANDING

Dapat dibagi berdasarkan tempatnya yaitu kandidiasis kutis lokalisata, kandidiasis kuku, dan kandidiasis vulvovaginitis.

Kandidiasis kutis lokalisata dengan: 1). eritrasma: lesi di lipatan, lesi lebih merah, batas tegas, kering tidak ada satelit, pemeriksaan dengan sinar Wood positif, 2). dermatitis intertriginosa, 3). dermatofitosis (tinea); Kandidiasis kuku dengan tinea unguium; Kandidiasis vulvovaginitis dengan: 1). trikomonas vaginalis, 2). gonore akut, 3). Leukoplakia, 4). liken planus

PENGOBATAN

Dengan cara menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi, topikal, dan sistemik. Topikal meliputi:

1). larutan ungu gentian ½-1% untuk selaput lendir, 1-2% untuk kulit, dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari

2). nistatin: berupa krim, salap, emulsi

3). amfoterisin B

4). grup azol antara lain: Mikonazol 2% berupa krim atau bedak, Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim, Tiokonazol, bufonazol, isokonazol, Siklopiroksolamin 1% larutan, krim, Antimikotik yang lain yang berspektrum luas.

Sistemik meliputi: 1). Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam saluran cerna, obat ini tidak diserap oleh usus, 2). Amfoterisin B diberikan intravena untuk kandidiasis sistemik, 3). Untuk kandidiasis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500 mg per vaginam dosis tunggal, sistemik dapat diberikan ketokonazol 2 x 200 mg selama 5 hari atau dengan itrakonazol 2 x 200 mg dosis tunggal atau dengan flukonazol 150 mg dosis tunggal, 4). Itrakonazol: bila dipakai untuk kandidiasis vulvovaginalis dosis untuk orang dewasa 2 x 100 mg sehari, selama 3 hari.1

Beberapa terapi non-obat tampaknya membantu. Terapi tersebut belum diteliti dengan hati-hati untuk membuktikan hasilnya, seperti: 1). mengurangi penggunaan gula, 2). minum teh Pau d’Arco. Ini dibuat dari kulit pohon Amerika Selatan, 3). memakai bawang putih mentah atau suplemen bawang putih. Bawang putih diketahui mempunyai efek anti-jamur dan antibakteri. Namun bawang putih dapat mengganggu obat protease inhibitor, 4). kumur dengan minyak pohon teh (tea tree oil) dapat dilarutkan dengan air, 5). memakai kapsul laktobasilus (asidofilus).

PENCEGAHAN

Tidak ada cara untuk mencegah terpajan pada Candida. Obat-obatan tidak biasa dipakai untuk mencegah kandidiasis. Ada beberapa alasan: 1). Penyakit tersebut tidak begitu bahaya, 2). Ada obat-obatan yang efektif untuk mengobati penyakit tersebut, 3). Ragi dapat menjadi kebal (resistan) terhadap obat-obatan. Memperkuat sistem kekebalan tubuh adalah cara terbaik untuk mencegah jangkitan kandidiasis.

*Sumber: Pharmacotherapy-Dipiro

aspergilosis

Spesies Aspergillus merupakan jamur yang umum ditemukan di materi organik. Meskipun terdapat lebih dari 100 spesies, jenis yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia ialah Aspergillus fumigatus dan Aspergillus niger, kadang kadang bisa juga akibat Aspergillus flavus dan Aspergillus clavatus yang semuanya menular dengan transmisi inhalasi.

Aspergillus dapat menyebabkan spektrum penyakit pada manusia, bisa jadi akibat reaksi hipersensitivitas hingga bisa karena angioinvasi langsung. Umumnya Aspergillus akan menginfeksi paru-paru, yang menyebabkan empat sindrom penyakit, yakni Allergic Bronchopulmonary Aspergillosis (ABPA), Chronic Necrotizing Pneumonia Aspergillosis (CNPA), Aspergiloma, dan Aspergilosis invasif. Pada pasien yang imunokompromais aspergilosis juga dapat menyebar ke berbagai organ menyebabkan endoftalmitis, endokarditis, dan abses miokardium, ginjal, hepar, limpa, jaringan lunak, hingga tulang.

ABPA merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap kolonisasi aspergilosis di daerah pohon trakeobronkial dan terjadi berkaitan dengan asma dan fibrosis kistik. Pada sinusitis alergik akibat jamur juga dapat terjadi sendiri atau bersama dengan ABPA. Adapun aspergiloma merupakan fungus ball (misetoma) yang terjadi karena terdapat kavitas di parenkim akibat penyakit paru sebelumnya. Penyakit yang mendasarinya bisa berupa TB (paling sering) atau proses infeksi dengan nekrosis, sarkoidosis, fibrosis kistik, dan bula emfisema. Fungus ball ini dapat bergerak di dalam kavitas tersebut namun tidak menginvasi dinding kavitas. Adanya fungus ball menyebabkan terjadinya hemoptisis yang berulang.

CNPA merupakan proses subakut yang biasanya terdapat pada pasien imunosupresi, terutama berkaitan dengan penyakit paru sebelumnya, alkoholisme, atau terapi kortikosteroid kronik. Sering kejadian ini terlewat karena sulit dikenali hingga akhirnya terbentuk infiltrat paru dengan kavitas. Aspergilosis invasis juga terjadi karena imunosupresi dengan gejala progresif yang cepat dan fatal meliputi invasi ke pembuluh darah dengan berakibat infiltrat multifokal yang lebar dan berkavitas di sekitar pleura, menjalar hingga ke sistem saraf. Status imunosupresi yang sering menyebabkan aspergilosis invasif ialah AIDS, penyakit granulomatosa kronik, netropenia, tranplantasi sumsum tulang atau organ padat.

PATOFISIOLOGI ASPERGILOSIS

Empat macam klasifikasi klinis aspergilosis memiliki patofisiologi yang berbeda sesuai jenisnya. Hifa jamur aspergillus memiliki bentuk yang berbeda dibanding jamur lainnya. Dengan pewarnaan perak, akan terlihat hifanya bercabang 450 yang tumbuh pesat pada suhu tubuh normal manusia. Sistem imun alamiah akan berusaha menyingkirkan spora mulai dari lapisan mukosa dan gerakan silia pada saluran pernapasan. Selanjutnya, jika spora sudah terlanjur masuk, akan ada perlawanan dari makrofag dan netrofil melalui fagositosis. Beberapa spesies Aspergillus memproduksi metabolit toksin yang menghambat proses fagositosis ini. Kortikosteroid (terutama pada penderita asma) juga akan melemahkan proses fagositosis ini. Keadaan imunosupresi lainnya (mis. AIDS, penyakit granulomatosa kronik, imunosupresi farmakologis) juga menyebabkan disfungsi atau menurunkan jumlah netrofil. Pada pasien imunokompromais, invasi vaskular lebih sering terjadi dan menyebabkan infark, perdarahan, serta nekrosis jaringan paru. Individu dengan CNPA umumnya akan mengalami pembentukan granuloma dan konsolidasi alveolar yang di sela-selanya terdapat hifa.

ABPA terjadi karena terdapat reaksi hipersensitivitas terhadap A. fumigatus akibat pemakaian kortikosteroid terus menerus. Akibatnya akan terjadi produksi mukus yang berlebih karena kerusakan fungsi silia pada saluran pernapasan. Mukus ini berbentuk sumbatan yang mengandung spora A. fumigatus dan eosinofil di lumen saluran napas. Akan terjadi presipitasi antibodi IgE dan IgG melalui reaksi hipersensitivitas tipe I menyebabkan deposit kompleks imun dan sel-sel inflamasi di mukosa bronkus. Deposit ini nantinya akan menghasilkan nekrosis jaringan dan infiltrat eosinofil (reaksi hipersensitivitas tipe III) hingga membuat kerusakan dinding bronkus dan berakhir menjadi bronkiektasis. Tak jarang ditemui spora pada mukus penderita aspergilosis paru.

Pada aspergilloma terdapat kolonisasi nonivasif karena di parenkim paru sudah terdapat kavitas, kista, bula, atau bronkus yang mengalami ektasis. Penyebab yang paling sering ialah tuberkulosis, sarkoidosis, dan bronkiektasis. Penyebab lainnya bisa berupa fibrosis kistik, spondilitis ankilosa, kista bronkogenik, pneumonokoniasis, sekuestrasi pulmonal, keganasan dengan kavitas, dan pneumatokel akibat sekunder pneumonia akibat Pneumocystis carinii. Secara histologis, aspergiloma merupakan gambaran dari adanya fungus ball (misetoma), yakni sebuah konglomerasi seperti massa dari hifa yang tumpang tindih dengan fibrin, debris selular, mukus, dan produk darah lainnya. Misetoma ini dapat mengalami kalsifikasi menjadi gambaran amorf atau seperti cincin dari foto toraks. Lebih dari setengan pasien aspergiloma akan mengalami peningkatan presipitin serum.

CNPA atau aspergilosis semiinvasif terjadi pada status imunokompromais sedang, terutama pada penyakit yang berlangsung kronik, terutama Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Penyakit lain yang telah diketahui menjadi faktor predisposisi ialah alkoholisme, lanjut usia, dan penggunaan steroid berkepanjangan. Terbentuk kavitas secara perlahan namun progresif di lobus atas paru yang menyebabkan bronkiolitis dan bronkopneumonia. Secara radiologis konsolidasi ini akan sangat mirip dengan proses spesifik TBC. Namun secara histologis akan terlihat proliferasi organisme di ruang interalveolar, perdarahan intraalveolar, dan invasi dinding bronkial yang menyebabkan nekrosis jaringan dengan pembentukan mikoabses.

Adapun aspergilosis invasif relatif umum terjadi pada pasien dengan status imunokompromais berat, terutama AIDS dan transplantasi organ. Spora jamur akan berproliferasi di saluran udara paru dan pada keadaan imunokomprais berat spora akan masuk ke pembuluh darah transbronkial menyebabkan infark hemoragik. Di area ini akan terbentuk kavitas yang mengandung sekuestrum paru yang terinfeksi, terlihat sangat mirip misetoma. Jamur ini juga dapat menyebar secara sistemik dan potensial merusak jantung, otak, ginjal, hepar, limpa, tiroid, dan saluran pencernaan.

TANDA DAN GEJALA

ABPA merupakan sindrom yang sering terjadi pada pasien asma dan fibrosis kistik sehingga bermanifestasi dengan demam dan infiltrat paru yang tidak responsif dengan terapi antibakterial. Penderita mengeluh batuk produktif dengan gumpalan mukus yang dapat membentuk kerak di bronkus., kadang menyebabkan hemoptisis. ABPA juga bisa terjadi berbarengan dengan sinusitis fungal alergik, dengan gejala sinusitis di dalamnya dengan drainase sinus yang purulen.

Aspergiloma bisa juga tidak menimbulkan gejala klinis tertentu selain penyakit utama yang mendasarinya, yakni TBC, sarkoidosis, atau proses nekrosis lain di paru. Pada pasien HIV aspergiloma dapat terjadi pada area yang berkista akibat infeksi pneumonia Pneumocystis carinii. Dari semua pasien aspergiloma, 40-60%nya akan mengalami hemoptisis yang masif dan mengancam nyawa. Kadang-kadang aspergiloma juga dapat menyebabkan batuk-batuk dan ddemam berkepanjangan.

CNPA bermanifestasi sebagai pneumonia subakut yang tidak responsif terhadap terapi antibiotik normal, sehingga menyebabkan kavitas selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Seperti tipe aspergilosis lainnya, pasien dengan CNPA memiliki penyakit tertentu yang mendasarinya, yakni PPOK atau alkoholisme, dengan gejala yang meliputi demam, batuk, keringat malam, dan penurunan berat badan. Umumnya pasien yang menggunakan antibiotik atau antituberkulosis berkepanjangan tanpa respon pengobatan yang baik dapat menyebabkan paru menjadi rusak, nekrosis, hingga akhirnya terbentuk CNPA.

Terakhir, aspergilosis invasif mengalami gejala yang sangat bervariasi, yakni demam, batuk, sesak napas, nyeri pleura, dan kadang-kadang menimbulkan hemoptisis pada pasien dengan prolong neutropenia atau keadaan imunosupresi. Transplantasi organ yang paling sering menimbulkan aspergilosis ialah transplantasi sumsum tulang. Namun kadang aspergilosis juga ditemui pada pasien transplantasi organ padat semisal paru-paru, jantung, dan hepar. Sedangkan pasien leukemia dan limfoma sangat berpotensi mendapat aspergilosis karena terinduksi kemoterapi. Pascakemoterapi akan terjadi prolong neutropenia dengan gejala demam dan infiltrat di paru meskipun sudah dibom antibiotik. Dari CT-scan dan radiografi akan terlihat pola yang khas, yakni nodul, infiltrat dengan kavitas, serta infiltrat.

Secara umum gejala klinis aspergilosis tidak ada yang khas, pasien ABPA mungkin akan mengalami demam, batuk berdahak, dengan mengi pada auskultasi. Pasien dengan aspergilosis invasif dan CNPA selain mengalami demam juga sering batuk berdahak. Khusus pengidap aspergilosis invasif akan mengalami takipneu dan hipoksemia berat. Penderita aspergiloma akan mengalami gejala sesuai penyakit yang mendasarinya, namun gejala yang paling sering ialah hemoptisis. Secara umum, gejala klinis dan hasil lab semua jenis aspergilosis akan sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.

PENGOBATAN ASPERGILOSIS

Prinsip pengobatan aspergilosis ialah menghilangkan jamur dan sporanya dari tubuh penderita. Namun secara garis besar penatalaksanaannya dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan penyebabnya; pengobatan CNPA dan aspergilosis invasif berbeda dengan aspergiloma dan ABPA.

Aspergilosis invasif merupakan penyakit sistemik akibat imunosupresi, sehingga kemunculannya bisa diantisipasi. Jika terdapat pasien HIV, leukemia, limfoma, atau pasien pascatranplantasi, perlu diberikan antijamur sebagai profilaksis. Saat ini antijamur pilihan yang dianjurkan ialah Voriconazole, sementara beberapa tahun silam masih dianjurkan untuk memakai Amfoterisin B. Voriconazole relatif lebih aman karena toleransi yang lebih baik dibanding Amfoterisin. Namun untuk keadaan mukormikosis, amfoterisin tetap diberikan karena Voriconazole tidak efektif terhadap mucor. Pasien yang sudah resisten dengan Voriconazole dapat diberikan Caspofungin. Derivat azol dan amfoterisin tidak direkomendasikan untuk dikombinasi karena azol akan menghambat absorpsi amfoterisin. Namun kombinasi sesama azol (mis. Voriconazole dengan Itraconazole atau Fluconazole) layak diberikan untuk pasien yang sudah resisten dengan antijamur. Pemberian antijamur ini akan lebih efektif jika dibarengi dengan perbaikan status imunokompromais, misalnya dengan pemberian growth factor.

Terapi yang tepat untuk aspergiloma ialah simtomatik, yakni mengurangi hemoptisis. Namun terapi kausal yang tepat untuk aspergiloma ialah dengan pembedahan. Dengan lobektomi, kavitas yang berisi aspergiloma dapat dihilangkan dengan mudah. Namun toleransi pembedahan toraks sangat ketat sehingga sering ditunda karena fungsi paru penderita sudah jauh berkurang. Akhirnya, untuk aspergiloma pun digunakan itraconazole oral dengan angka kesembuhan hingga 60%. Tindakan lain yang dapat dilakukan ialah embolisasi arteri bronkial untuk mencegah hemoptisis yang terlalu masif, namun memerlukan keahlian yang sangat tinggi dari radiologis dengan panduan CT-scan karena arteri bronkial bercabang menjadi arteri spinalis, sehingga dikhawatirkan terjadi komplikasi neurologis.

Penderita ABPA diobati sesuai proses penyakitnya, karena ABPA terjadi akibat proses hipersensitivitas, maka respon alergi harus dikurangi. Meskipun ABPA terjadi karena pemakaian kortikosteroid terus-menerus, namun pengobatannya juga menggunakan kortikosteroid, namun dengan oral, bukan lagi inhalasi. ABPA yang kronik memerlukan antijamur semisal itraconazole yang dapat mempercepat hilangnya infiltrat. ABPA yang berbaerngan dengan sinusitis alergik fungal memerlukan tindakan operasi jika terdapat polip obstruktif. Kadang-kadang dapat juga dibilas dengan amfoterisin untuk mempercepat peyembuhan.

Pengobatan CNPA terdiri dari terapi dengan voriconazole, atau bisa juga dengan itraconazole, caspofungin, atau keluarga amfoterisin. Jika respon antijamur sangat kurang, terapi CNPA ialah dengan pembedahan paru. Pembedahan ini ditujukan untuk lesi yang terlokalisasi yang tidak respon dengan antijamur, apalagi jika telah dibarengi dengan hemoptisis dan sumbatan mukus.

Vaginal candidiasis sensitive terha­dap sejumlah antijamur, terutama go­longan azol. Antijamur triazol masih jadi pilihan karena lebih kurang toksik.

Hampir sebagian besar kasus vaginal candidiasis (VC) ter­jadi karena organisme candida yang berasal dari tu­buh si penderita itu sendiri. Jarang sekali terjadi penularan VC, semisal melalui hubungan seksual. Dalam keadaan normal, candida biasa bersarang di mulut, sa­luran gastrointestinal, dan vagina tanpa menimbulkan gejala. Ta­pi, saat terjadi ketidakseimbangan, misalnya saat keasaman va­gina berubah atau terjadi perubahan keseimbangan hormonal, candida bisa berkembang secara berlebihan sehingga menimbulkan gejala. Pada vagina, candida merupakan penyebab iritasi atau vaginitis kedua terbanyak.

Dalam mengobati infeksi VC, penting untuk mempertimbang­kan bahwa spesies candida merupakan dari flora normal. Selain itu, VC juga kerap salah didiagnosis sebagai infeksi bakteri se­hingga diberi antibiotik. Hal ini bisa memperparah kondisi penyakit.

Infeksi VC sensitif terhadap sejumlah besar antijamur. Namun yang paling ba­nyak digunakan adalah golongan azol, seperti flukonazol. Meski sudah ada laporan resistensi, namun di Indonesia flukonazol ma­sih efektif dan tetap jadi pilihan. Dulu, ketokonazol merupakan obat lini pertama untuk VC, tapi saat ini penggunaannya mulai terbatas karena efek samping hepatotoksik.

Obat antijamur golongan imidazol dan triazol bekerja dengan menghambat enzim cytochrome P450 14_-demethylase. Enzim ini merubah lanosterol menjadi ergosterol, dan dibutuhkan un­tuk sintesis dinding sel jamur. Kelompok imidazol yang biasa di­gu­nakan untuk infeksi VC adalah mikonazol, ketokonazol, dan klotrimazol. Sedangkan anggota kelompok triazol, lebih baru dan kurang toksik dibandingkan imidazol, yang banyak diguna­kan untuk infeksi VC adalah flukonazol dan itrakonazol. Posa­co­nazol dan voriconazol merupakan golongan triazol yang diin­di­ka­si­kan untuk infeksi candida yang sangat serius (sistemik).

Selain golongan azol, untuk pengobatan infeksi VC juga bisa diberikan antijamur poliena, semisal nistatin. Seperti amfoteri­sin B dan natamisin, nistatin terikat dengan ergosterol, komponen utam membran sel jamur. Saat berada pada konsentrasi yang cukup, nistatin membentuk inti dalam membran yang meng­arah pada K+ leakage dan mematikan jamur.

Ke depan, obat-obat antijamur baru tengah dikembangkan untuk mengobati infeksi VC. Misalnya saja, golongan echi­no­can­dins (caspofungin, micafungin, anidulafungin). Kelompok obat ini kini tengah dipelajari secara klinis pada pasien anak dan dewasa. Adapun mekanisme kerja kelompok obat ini adalah dengan mempengaruhi integritas dinding sel dengan menghambat enzim1,3 beta-glucan synthase.

tehnik aseptis

Teknik aseptis sangat penting dalam pengerjaan mikrobiologi yang memerlukan ketelitian dan keakuratan disamping kesterilan yang harus selalu dijaga agar terbebas dari kontaminan yang dapat mencemari. Populasi mikroba di alam sekitar kita sangat besar dan komplek. Beratus-ratus spesies berbagai mikroba biasanya menghuni bermacam-macam bagian tubuh kita, termasuk mulut, saluran pencernaan, dan kulit. Sekali bersin terdapat beribu-ribu mikroorganisme sehingga diperlukan teknik yang dapat meminimalisirnya seperti pengisolasian (Pelczar & Chan, 1986).

Sterilisasi merupakan suatu proses untuk mematikan semua organisme yang teradapat pada suatu benda. Proses sterilisasi dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu penggunaan panas (pemijaran dan udara panas); penyaringan; penggunaan bahan kimia (etilena oksida, asam perasetat, formaldehida dan glutaraldehida alkalin) (Hadioetomo, 1993).

Tujuan dari percobaan ini adalah agar praktikan dapat memindah biakan dari satu media ke media yang lain dan mampu melakukan kerja aseptis.

Isolasi bakteri merupakan suatu cara untuk memisahkan atau memindahkan mikroba tertentu dari lingkungannya sehingga diperoleh kultur murni atau biakan murni. Ada beberapa cara umum yang dapat dilakukan untuk mengisolasi mikroba antara lain, untuk mengisolasi bakteri dapat dilakukan dengan cara goresan (streak plate), cara taburan atau tuang (pour palte), cara sebar (spread plate), cara pengenceran (dilution method), serta mikromanipulator (the micromanipulator method) (Lim, 1998).

Biakan murni bakteri adalah biakan yang terdiri atas satu spesies bakteri yang ditumbuhkan dalam medium buatan. Medium buatan tersebut berfungsi sebagai medium pertumbuhan. Medium ini dapat berfungsi sebagai sumber nutrisi yang diperlukan bakteri untuk tumbuh dan berkembang biak. Bahan dasar yang digunakan untuk medium pertumbuhan ini adalah agar-agar. Untuk bakteri heterotrof, medium dilengkapi dengan air, molekul makanan (misal gula) sumber nitrogen dan mineral. Untuk hasil yang lebih baik agar bakteri tumbuh, alat dan bahan yang digunakan disterilkan terlebih dahulu (Dwidjoseputro, 1994).

Memformulasikan suatu medium atau bahan yang akan digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme di dalamnya harus memperhatikan berbagi macam ketentuan seperti jika yang ingin kita membuat medium untuk organisme bersel tunggal, biasanya air sangat penting sebagai komponen utama protoplasmanya serta untuk masuknya nutrien ke dalam sel. Pembuatan medium agar padat, digunakan agar-agar, gelatin atau gel silika. Bahan agar yang utama adalah galaktan (komplek karbohidrat yang diekstrak dari alga genus Gelidium). Agar akan larut atau cair pada suhu hampir 100oC dan akan cair apabila kurang lebih 43oC (Hadioetomo, 1993). Menurut Schlegel (1993) agar merupakan media tumbuh yang ideal yang diperkenalkan melalui metode bacteriaological.

Sterilisasi yang umum dilakukan dapat berupa:

a. Sterilisasi secara fisik (pemanasan, penggunaan sinar gelombang pendek yang dapat dilakukan selama senyawa kimia yang akan disterilkan tidak akan berubah atau terurai akibat temperatur atau tekanan tinggi). Dengan udara panas, dipergunakan alat “bejana/ruang panas” (oven dengan temperatur 170o – 180oC dan waktu yang digunakan adalah 2 jam yang umumnya untuk peralatan gelas).

b. Sterilisasi secara kimia (misalnya dengan penggunaan disinfektan, larutan alkohol, larutan formalin).

c. Sterilisasi secara mekanik, digunakan untuk beberapa bahan yang akibat pemanasan tinggi atau tekanan tinggi akan mengalami perubahan, misalnya adalah dengan saringan/filter. Sistem kerja filter, seperti pada saringan lain adalah melakukan seleksi terhadap partikel-partikel yang lewat (dalam hal ini adalah mikroba) (Suriawiria, 2005).

Autoklaf digunakan sebagai alat sterilisasi uap dengan tekanan tinggi. Penggunaan autoklaf untuk sterilisasi, tutupnya jangan diletakkan sembarangan dan dibuka-buka karena isi botol atau tempat medium akan meluap dan hanya boleh dibuka ketika manometer menunjukkan angka 0 serta dilakukan pendinginan sedikit demi sedikit. Medium yang mengandung vitamin, gelatin atau gula, maka setelah sterilisasi medium harus segera didinginkan. Cara ini untuk menghindari zat tersebut terurai. Medium dapat langsung disimpan di lemasi es jika medium sudah dapat dipastikan steril (Dwidjoseputro, 1994).

Salah satu teknik dasar dalam analisa mikrobiologi adalah teknik transfer aseptis (suatu metode atau teknik di dalam memindahkan atau mentransfer kultur bakteria dari satu tempat ke tempat lain secara aseptis agar tidak terjadi kontaminasi oleh mikroba lain ke dalam kultur). Teknik ini sangat esensial dan kunci keberhasilan prosedur mikrobial yang harus diketahui oleh seorang yang hendak melakukan analisis mikrobiologi. Pengambilan sampel harus dilakukan secara statistik agar tidak bias, jadi secara acak (random sampling). Selain itu, digunakan teknik aseptis selama pengambilan sampel agar tidak terjadi pencemaran. Alat-alat yang digunakan harus steril. Bahan makanan cair diambil dengan pipet steril, makanan padat menggunakan pisau, garpu, sendok atau penjepit yang steril (Afrianti, 2004).

Teknik transfer aseptis ada meliputi beberapa teknik seperti Inoculating (inokulasi) dengan jarum ose, Pipetting (mentransfer dengan pipet) serta Alcohol Flamming (mentransfer dengan forsep yang dibakar dengan alkohol) (Anonim, 2006).

pembuatan preparat

Mikroorganisme yang ada dialam ini mempunyai morfologi, struktur dan sifat-sifat yang khas, begitu pula dengan bakteri. Bakteri yang hidup hampir tidak berwarna dan kontras dengan air, dimana sel-sel bakteri tersebut disuspensikan. Salah satu cara untuk mengamati bentuk sel bakteri sehingga mudah untuk diidentifikasi ialah dengan metode pengecatan atau pewarnaan. Hal tersebut juga berfungsi untuk mengetahui sifat fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi dinding sel bakteri melalui serangkaian pengecatan (Jaweta, 1986; Dwidjoseputro, 1994; Assani, 1994).

Tujuan dari pewarnaan adalah untuk memudahkan melihat bakteri dengan mikroskop, memperjelas ukuran dan bentuk bakteri, untuk melihat struktur luar dan struktur dalam bakteri seperti dinding sel dan vakuola, menghasilkan sifat-sifat fisik dan kimia yang khas daripada bakteri dengan zat warna, serta meningkatkan kontras mikroorganisme dengan sekitarnya (Pelczar & Chan, 1986; Volk & Wheeler, 1993; Lim, 1998).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pewarnaan bakteri yaitu fiksasi, peluntur warna, subtrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna penutup. Pewarnaan gram pertama kali mulai dikembangkan pada tahun 1884 oleh ahli histologi yaitu Cristian Gram (Cappuccino & Sherman, 1983).

Contoh bakteri yang tergolong bakteri tahan asam, yaitu dari genus Mycobacterium dan beberapa spesies tertentu dari genus Nocardia. Bakteri-bakteri dari kedua genus ini diketahui memiliki sejumlah besar zat lipodial (berlemak) di dalam dinding selnya sehingga menyebabkan dinding sel tersebut relatif tidak permeabel terhadap zat-zat warna yang umum sehingga sel bakteri tersebut tidak terwarnai oleh metode pewarnaan biasa, seperti pewarnaan sederhana atau Garm (Ratna, 1993; Dwidjoseputro, 1994).

Tujuan dari percobaan ini adalah dapat melakukan pembuatan preparat dari bahan yang berasal dari penderita baik itu dengan media cair dan media padat.Dapat melakukan pengecatan bakteri khususnya dapat membedakan bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.

Mikroorganisme merupakan populasi makhluk hidup di alam yang jumlahnya sangat besar namun, semua mikroorganisme mempunyai morfologi, struktur dan sifat-sifat yang khas, sama halnya dengan bakteri. Bakteri yang hidup hampir tidak berwarna dan kontras dengan air. Pengecatan dan pewarnaan merupakan salah satu cara untuk mengamati sel-sel bakteri (Sutedjo, 1991).

Bakteri-bakteri dari genus Mycobacterium dan spesies tertentu dari genus Nocardia mengandung sejumlah besar zat lipoidal (berlemak) di dalam dinding selnya sehingga menyebabkan dinding sel tersebut relatif tidak permeabel terhadap zat-zat warna yang umum sehingga sel baktei tersebut tidak terwarnai oleh pewarnaan biasa, seperti pewarnaan sederhana atau Gram. Kelompok bakteri tahan asam ini juga dapat hidup sebagai flora normal pada usus ternak unggas, dengan demikian sumber tersebut memudahkan dalam upaya mendapatkan isolat bekteri yang tahan asam (Cappuccino & Sherman, 1983)

Berbagai macam tipe morfologi bakteri (kokus, basil, spirilum, dan sebagainya) dapat dibedakan dengan menggunakan pewarna sederhana. Istilah ”pewarna sederhana” dapat diartikan dalam mewarnai sel-sel bakteri hanya digunakan satu macam zat warna saja (Gupte, 1990). Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan pewarna-pewarna sederhana karena sitoplasmanya bersifat basofilik (suka akan basa) sedangkan zat-zat warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkalin (komponen kromoforiknya bermuatan positif). Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan bakteri yaitu fiksasi, peluntur warna , substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna penutup. Suatu preparat yang sudah meresap suatu zat warna, kemudian dicuci dengan asam encer maka semua zat warna terhapus. sebaliknya terdapat juga preparat yang tahan terhadap asam encer. Bakteri-bakteri seperti ini dinamakan bakteri tahan asam, dan hal ini merupakan ciri yang khas bagi suatu spesies (Dwidjoseputro, 1994).

Zat warna adalah senyawa kimia berupa garam-garam yang salah satu ionnya berwarna. Garam terdiri dari ion bermuatan positif dan ion bermuatan negatif. Senyawa-senyawa kimia ini berguna untuk membedakan bakteri-bakteri karena reaksinya dengan sel bakeri akan memberikan warna berbeda. Perbedaan inilah yang digunakan sebagai dasar pewarnaan bakteri (Sutedjo, 1991).

Sel-sel warna dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu asam dan basa. Jika warna terletak pada muatan positif dari zat warna, maka disebut zat warna basa. Jika warna terdapat pada ion negatif, maka disebut zat warna asam. Contoh zat warna basa adalah methylen blue, safranin, netral red, dan lain-lain. Sedangkan anionnya pada umumnya adalah Cl-, SO4-, CH3COO-, COOHCOO?. Zat warna asam umumnya mempunyai sifat dapat bersenyawa lebih cepat dengan bagian sitoplasma sel sedangkan zat warna basa mudah bereaksi dengan bagian-bagian inti sel. Pewarnaan bakteri dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : fiksasi, peluntur warna, substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna penutup (Sutedjo, 1991).

Sel–sel bakteri mempunyai muatan yang agak negatif bila pH lingkungannya mendekati netral. Muatan negatif dari sel bakteri akan bergabung dengan muatan positif dari ion zat warna misalnya methylen blue, sehingga selnya akan berwarna. Perbedaan muatan inilah yang menyebabkan adanya ikatan atau gabungan antara zat warna dan sel bakteri (Schegel, 1993).

Sebagian besar dari genus anaerobik Clostridium dan Desulfotomaculum dan genus aerobik Bacillus adalah contoh-contoh organisme yang mempunyai kapasitas untuk pertahanan, salah satunya adalah sel vegetatif yang aktif secara metabolik, tipe-tipe sel inaktif secara metabolik disebut spora. Kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan untuk keberlangsungan aktivitas sel vegetatif, biasanya pada saat kurangnya sumber nutrisi karbon, sel ini mempunyai kapasitas untuk mengalami sporogenesis dan memberikan reaksi untuk pembentukan struktur intraseluler baru (endospora) yang dilindungi oleh lapisan yang tidak dapat ditembus air (tahan penetrasi) dikenal sebagai jaket spora (spore coats) (Cappuccino & Sherman, 1983)

Kondisi yang terus memburuk membuta endospora dibebaskan dari degenerasi sel vegetatif dan menjadi sel independen yang disebut spora yang diakibatkan komposisi lapisan kimia spora bersifat tahan terhadap efek-efek merusak, misalnya pemanasan berkelebihan, pembekuan, radiasi, pengeringan, dan agent kimia lainnya sehingga diperlukan pewarnaan khusus secara mikrobiologi dan ketika kondisi lingkungan kembali normal, spora bebas kembali untuk aktif secara metabolik dan sel vegetatif berkurang resisten melalui germinasi. Sporogenesis dan germinasi tidak dimaksudkan untuk reproduksi tetapi hanya mekanisme yang menjamin ketahanan sel dibawah kondisi lingkungan (Suriawiria, 2005).

teknik dasar mikrobiologi

Ilmu yang mempelajari bentuk, sifat, kehidupan, penyebaran dan manfaat jasad hidup termasuk mikroba yang lebih lazim disebut dengan mikrobiologi yang di dalamnya mencakup satu kelompok besar jasad hidup yang mempunyai bentuk dan ukuran sangat kecil, serta sifat hidup yang berbeda dengan jasad lain umumnya. Seperti bakteri yang memiliki salah satu sifat penting adalah kemampuan beberapa jenis bakteri untuk memproduksi struktur internal yaitu endospora. Endospora ini umumnya terbentuk secara tunggal dalam sel guna menanggulangi keadaan lingkungan yang kurang baik. Spora yang sudah masak dilepas oleh sel ke alam sekitarnya. Spora-spora ini dapat dilihat di bawah mikroskop fase kontras dan tampak sebagai bagian yang bercahaya terang baik di dalam atau di luar sel. Spora-spora ini tahan terhadap keadaan fisik atau kimia yang ekstrim seperti suhu, kekeringan, dan bahan-bahan kimia pembasmi kuman dan dapat bertahan dalam keadaan tidur untuk beberapa tahun. Pada saat kondisi memungkinkan, spora-spora tersebut tumbuh menjadi sel-sel vegetatif yang normal.

Ada beberapa metode yang digunakan untuk mengisolasi bakteri, fungi, dan khamir dengan menggunakan metode gores, metode tuang, metode sebar, metode pengenceran serta micromanipulator. Dua diantaranya yang paling sering digunakan adalah tekhnik cawan tuang dan cawan gores. Kedua metode ini didasarkan pada prinsip yang sama yaitu mengencerkan organisme sedemikian rupa sehingga individu spesies individu spesies dapat dipisahkan dari lainnya.

Pemahaman mengenai teknik dasar dalam praktikum mikrobiologi, seperti pengenalan ose serta cara menggunakannya, dan teknik plating sehingga seorang praktikan dapat melakukan praktikum mikrobiologi yang sesuai dengan kaidah serta ketentuan yang berlaku merupakan hal yang terpenting. Berbagai jenis ose yang dikenal serta penggunaannya disesuaikan dengan mikroorganisme yang akan diteliti, baik dalam hal pemindahan maupun pemilihan dari suatu koloni. Teknik plating dan ose merupakan satu kesatuan sehingga keduanya memiliki keterkaitan satu sama lainnya (karena teknik plating dilakukan dengan menggunakan ose).

Ose (lup inokulasi) merupakan alat dasar dalam praktikum mikrobiologi yang terbuat dari bahan tertentu seperti kawat platina, namun yang lebih umum digunakan di laboratorium pengajaran dan lebih murah harganya ialah kawat nikrom (nichrome) dengan diameter lingkaran pada ujung lup berkisar antara 2 sampai 4 mm (Hadioetomo, 1993).

Mikroorganisme dibiakkan di laboratorium pada medium yang terdiri dari bahan nutrient. Biasanya pemilihan medium yang dipakai bergantung kepada banyak faktor seperti seperti apa jenis mikroorganisme yang akan ditumbuhkan (Pelezar, 1986).

Perbenihan untuk pertumbuhan bakteri agar dapat tetap dipertahankan harus mengandung semua zat makanan yang diperlukan oleh organisme tersebut. Faktor lain seperti PH, suhu, dan pendinginan harus dikendalikan dengan baik (Buckle, 1987)

Selain untuk tujuan diatas medium juga memiliki fungsi lain, seperti tempat untuk mengisolasi, seleksi, evaluasi dan diferensiasi biakan yang didapatkan. Agar tiap-tiap medium memilki karakteristik yang sesuai dengan tujuan sehingga seringkali digunakan beberapa jenis zat tertentu yang mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba (Suriawiria, 2005).

Beberapa indikasi pembiakan pada laboratorium mikrobiologi meliputi:

1. Pengasingan (isolasi) mikroba pada biakan bakteri

2. Menunjukan sifat khas mikroba.

3. Untuk menentukan jenis mikroba yang diisolasi dengan cara-cara tertentu.

4. Untuk mendapatkan bahan biakan yang cukup untuk membuat antigen dan percobaan serologi lainnya.

5. Menentukan kepekaan kuman terhadap antibiotik.

6. Menghitung jumlah kuman

7. Mempertahankan biakan mikroba.

Usaha mencegah masuknya mikroorganisme yang tidak diinginkan dan untuk menanam suatu spesies terdapat beberapa cara yaitu:

· Penanaman dengan penggoresan

Cara ini untuk mengasingkan kuman agar didapatkan biakan murni.

· Penanaman lapangan

Berguna untuk penentuan jenis kuman dengan bakteriofage dan uji kepekaan terhadap antibiotik.

· Biakan agar tabung

Biasanya dipergunakan untuk menunjukan adanya pertumbuhan murni mikro untuk aglutinasi gelas alas.

· Biakan tusukan

Biasanya dipergunakan untuk menunjukan adanya pencairan gelatin dan mempertahankan biakan baru.

· Biakan agar tuang

Menunjukan jumlah koloni mikroba hidup yang terdapat pada suspensi.

· Biakan cairan

Kegunaannya untuk menunjukan biakan yang banyak dan cepat. Kerugiannya adalah tidak dapat membiat biakan murni dari bahan yang mengandung berbagai mikroorganisme.

Untuk mendapatkan biakan murni ada beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu:

1. Pengenceran

2. Penuangan

3. Penggesekan untuk menumbuhkan mikroba anaerob

pembuatan media dan sterilisasi

Mikroorganisme yang ingin kita tumbuhkan, yang pertama harus dilakukan adalah memahami kebutuhan dasarnya kemudian memformulasikan suatu medium atau bahan yang akan digunakan. Air sangat penting bagi organisme bersel tunggal sebagai komponen utama protoplasmanya serta untuk masuknya nutrien ke dalam sel. Pembuatan medium sebaiknya menggunakan air suling. Air sadah umumnya mengandung ion kalsium dan magnesium yang tinggi. Pada medium yang mengandung pepton dan ektrak daging, air dengan kualitas air sadah sudah dapat menyebabkan terbentuknya endapan fosfat dan magnesium fosfat (Hadioetomo, 1993).

Alat yang akan digunakan dalam suatu penelitian atau praktikum harus disterilisasi terlebih dahulu untuk membebaskan semua bahan dan peralatan tersebut dari semua bentuk kehidupan. Sterilisasi merupakan suatu proses untuk mematikan semua organisme yang teradapat pada suatu benda. Proses sterilisasi dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu penggunaan panas (pemijaran dan udara panas); penyaringan; penggunaan bahan kimia (etilena oksida, asam perasetat, formaldehida dan glutaraldehida alkalin) (Hadioetomo, 1993).

Tujuan praktikum ini adalah agar dapat melakukan pembuatan media serta cara mensterilisasikan suatu alat atau bahan.

Memformulasikan suatu medium atau bahan yang akan digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme di dalamnya harus memperhatikan berbagi macam ketentuan seperti jika yang ingin kita membuat medium untuk organisme bersel tunggal, biasanya air sangat penting sebagai komponen utama protoplasmanya serta untuk masuknya nutrien ke dalam sel. Pembuatan medium agar padat, digunakan agar-agar, gelatin atau gel silika. Bahan agar yang utama adalah galaktan (komplek karbohidrat yang diekstrak dari alga genus Gelidium). Agar akan larut atau cair pada suhu hampir 100oC dan akan cair apabila kurang lebih 43oC (Hadioetomo, 1993). Menurut Schlegel (1993) agar merupakan media tumbuh yang ideal yang diperkenalkan melalui metode bacteriaological.

Organisme hidup memerlukan nutrisi untuk pertumbuhannya. Subtansi kimia organik dan inorganik diperoleh dari lingkungan dalam berbagai macam bentuk. Nutrien diambil dari likungan kemudian ditransformasikan melalui membran plasma menuju sel. Di sel beberapa nutrisi diolah menghasilkan energi yang digunakan dalam proses seluler (Lim, 1998). Bakteri dalam medium juga memerlukan makanan untuk pertumbuhannya. Bakteri yang tidak punya akar harus berada pada permukaan larutan makanan yang cair. Pertumbuhan bakteri berarti meningkatnya jumlah sel yang konstituen (yang menyusun). Apabila disusun 10 bakteri dalam 1 ml medium yang cocok dan 24 jam kemudian ditemukan 10 juta bakteri tiap milimeternya, maka terjadilah pertumbuhan bakteri. Meningkatnya jumlah bakteri terjadi dengan proses yang disebut dengan pembelahan biner, dimana setiap bakteri membentuk dinding sel baru (Volk, 1993).

Pertumbuhan bakteri selain memerlukan nutrisi, juga memerlukan pH yang tepat. Kebanyakan bakteri tidak dapat tumbuh pada kondisi yang terlalu basa, kecuali Vibrio cholerae yang dapat hidup pada pH lebih dari 8. Suhu juga merupakan variabel yang perlu dikendalikan. Kelompok terbesar yaitu mesofil, suhu optimum untuk pertumbuhannya 20-40oC (Volk, 1993).

PH merupakan faktor yang sangat mempengaruhi suatu keberhasilan dalam pembuatan medium sehingga kondisi pH yang terlalu basa atau terlalu asam tidak cocok untuk dijadikan medium mikroba karena mikroba tidak dapat hidup pada kondisi tersebut. Medium didiamkan atau disimpan selama 2 x 24 jam untuk menyakinkan bahwa medium masih steril, karena selain pH sebagai penentu tumbuhnya mikroba, alat dan medium yang steril juga menentukan (Dwidjoseputro, 1994).

Pembuatan medium Potato Dextrose Agar (PDA), kentang sudah ditimbang dan direbus, dengan ukuran kentang 50,31 g dan agar 4,03 g. Disini menggunakan agar untuk mengentalkan medium. Ekstrak kentang dan agar disetir dan diatur suhu dan pHnya. Sebelum dilakukan sterilisasi, medium berawarna kuning, setelah disterilisasi dalam autoklaf medium berwarna kecoklatan dan didapat endapan berwarna putih. Setelah didinginkan beberapa saat, medium dapat ditanami bakteri (Schegel, 1993).

Pembuatan medium Nutrien Agar (NA) menggunakan bahan utama beef ekstrak 5 g, peptom 3 g dan agar 3 g. Pada awal pengamatan medium Nutrien Agar, sebelum proses sterilisasi berwarna kuning, setelah sterilisasi warna medium menjadi agak coklat. Pada pembuatan medium NA ini ditambahkan pepton agar mikroba cepat tumbuh, karena mengandung banyak N2 (Dwidjoseputro, 1994). Agar yang digunakan dalam proses ini untuk mengentalkan medium sama halnya dengan yang digunakan pada medium PDA yang juga berperan sebagai media tumbuh yang ideal bagi mikroba (Schlegel, 1993).

Sterilisasi yang umum dilakukan dapat berupa:

a. Sterilisasi secara fisik (pemanasan, penggunaan sinar gelombang pendek yang dapat dilakukan selama senyawa kimia yang akan disterilkan tidak akan berubah atau terurai akibat temperatur atau tekanan tinggi). Dengan udara panas, dipergunakan alat “bejana/ruang panas” (oven dengan temperatur 170o – 180oC dan waktu yang digunakan adalah 2 jam yang umumnya untuk peralatan gelas).

b. Sterilisasi secara kimia (misalnya dengan penggunaan disinfektan, larutan alkohol, larutan formalin).

c. Sterilisasi secara mekanik, digunakan untuk beberapa bahan yang akibat pemanasan tinggi atau tekanan tinggi akan mengalami perubahan, misalnya adalah dengan saringan/filter. Sistem kerja filter, seperti pada saringan lain adalah melakukan seleksi terhadap partikel-partikel yang lewat (dalam hal ini adalah mikroba) (Suriawiria, 2005).

Autoklaf digunakan sebagai alat sterilisasi uap dengan tekanan tinggi. Penggunaan autoklaf untuk sterilisasi, tutupnya jangan diletakkan sembarangan dan dibuka-buka karena isi botol atau tempat medium akan meluap dan hanya boleh dibuka ketika manometer menunjukkan angka 0 serta dilakukan pendinginan sedikit demi sedikit. Medium yang mengandung vitamin, gelatin atau gula, maka setelah sterilisasi medium harus segera didinginkan. Cara ini untuk menghindari zat tersebut terurai. Medium dapat langsung disimpan di lemasi es jika medium sudah dapat dipastikan steril (Dwidjoseputro, 1994).

*lebih lengkapnya see in:

Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan, Jakarta.

Hadioetomo, R.S. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Gramedia, Jakarta.

Lim,D. 1998. Microbiology, 2nd Edition. McGrow-hill book, New york.

Schegel, G.H. 1993. General Microbiologi seventh edition. Cambrige University Press, USA.

Suriawiria, U. 2005. Mikrobiologi Dasar. Papas Sinar Sinanti, Jakarta.

Volk , W. A & Wheeler. M. F. 1993. Mikrobiologi Dasar Jilid 1 Edisi ke 5. Erlangga, Jakarta.

uji kepekaan kuman

ntibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman-kuman sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Para peneliti diseluruh dunia memperoleh banyak zat lain dengan khasiat antibiotik namun berhubung dengan adanya sifat toksis bagi manusia, hanya sebagian kecil saja yang dapat digunakan sebagai obat diantaranya adalah streptomycin® vial injeksi, Tetrasiklin® kapsul, Kanamicin® kapsul, Erytromicin® kapsul, Colistin® tablet, Cefadroxil® tablet dan Rifampisin® kapsul (Djide, 2003).

Antibiotika digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi akibat kuman atau juga untuk prevensis infeksi, msalnya pada pembedahan besar. Secara provilaktis juga diberikan pada pasien dengan sendi dan klep jantung buatan, juga sebelum cabut gigi. Jumlah antibiotika yang beredar dipasaran sekarang ini semakin banyak macamnya dan melonjak tinggi baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Antibiotika dalam penggunaannya membutuhkan waktu yang lama baik dalam penyimpanan dan peredarannya. Hal ini dapat menyebabkan potensi dari antibiotika menurun dan bahkan bisa hilang (Jawelz, 1995).

Pada tahun-tahun terakhir ini bakteri resisten telah memberi kenaikan terhadap letusan infeksi yang serius dengan banyak kematian. Hal ini telah membawa para ahli kepada suatu kebutuhan program Survei lance Nasional dan Internasional. Program ini nantinya digunakan untuk memonitor resistensi antibiotika terhadap Enterobacteriaceae dengan cara tes sensitivitas dengan menggunakan suatu metode yang dapat dipercaya yang akan menghasilkan data yang dapat dibandingkan (Dirjen POM, 2000).

Tujuan dari praktikum kali ini adalah agar praktikan mampu melakukan uji sensitivitas mikrobia terhadap kadar antibiotik dan menentukan uji resisten atau sensitif terhadap antibiotik yang diujikan.Antibiotik merupakan suatu zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh, akan tetapi dalam praktek sehari-hari antibiotik sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamida dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai antibiotik (Ganiswarna, 1995).

Kegiatan antibiotika untuk pertama kalinya ditemukan oleh sarjana Inggris dr. Alexander Flemming pada tahun 1928 (penisilin). Penemuan ini baru dikembangkan dan dipergunakan dalam terapi di tahun 1941 oleh dr.Florey (Oxford) yang kemudian banyak zat lain dengan khasiat antibiotik diisolir oleh penyelidik-penyelidik di seluruh dunia, akan tetapi berhubung dengan sifat toksisnya hanya beberapa saja yang dapat digunakan sebagai obat (Djide, 2003).

Masa perkembangan kemoterapi antimikroba sekarang dimulai pada tahun 1935, dengan penemuan sulfonamida. Pada tahun 1940, diperlihatkan bahwa penisilin, yang ditemukan pada tahun 1929, dapat dibuat menjadi zat kemoterapi yang efektif. Selama 25 tahun berikutnya, penelitian kemoterapi sebagain besar berpusat sekitar zat antimikroba yang berasal dari mikroorganisme, yang dinamakan antibiotika (Tjay, 2003).

Suatu zat antimikroba yang ideal memiliki toksisitas selektif. Istilah ini berarti bahwa suatu obat berbahaya bagi parasit tetapi tidak membahayakan inang. Umumnya toksisitas selektif lebih bersifat relatif dan bukan absolut, ini berarti bahwa suatu obat yang pada konsentrasi tertentu dapat ditoleransi oleh inang namun dapat merusak parasit (Tjay, 2003).

Aktivitas mikroba dapat dikendalikan dengan mengatur faktor-faktor lingkungan yang meliputi faktor biotik (makhluk hidup dan mencakup adanya asosiasi atau kehidupan bersama antara mikroorganisme dapat dalam bentuk simbiose, sinergisme, antibiose, dan sintropisme) dan abiotik (temperatur, kelembaban, pH, radiasi, penghancuran secara mekanik) (Dwidjoseputro, 1994). Antibiotika yang ideal sebagai obat harus memenuhi syarat-syarat berikut (Jawelz, 1995):

1. Mempunyai kemampuan untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang luas (broad spectrum antibiotic)

2. Tidak menimbulkan terjadinya resistensi dari mikroorganisme pathogen

3. Tidak menimbulkan pengaruh samping (side effect) yang buruk pada host, seperti reaksi alergi, kerusakan syaraf, iritasi lambung, dan sebagainya

4. Tidak mengganggu keseimbangan flora yang normal dari host seperti flora usus atau flora kulit.

for more please read this stuff:

Dirjen POM, 2000. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Dep.Kes RI, Jakarta.

Djide, M. N. 2003. Mikrobiologi Farmasi. Jurusan Farmasi UNHAS, Makassar.

Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan, Jakarta.

Ganiswarna, S. G. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Bagian Farmakologi-Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta.

ISFI, 2006. Informasi Spesialite Obat Indonesia Volume 41. PT. Anem Kosong Anem, Jakarta

Jawelz, M. A. 1995. Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology) Edisi 20. EGC, Jakarta.

Tjay, T. H. 2003. Obat-Obat Penting. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

perhitungan jumlah bakteri

Perhitungan jumlah suatu bakteri dapat melalui berbagai macam uji seperti uji kualitatif koliform yang secara lengkap terdiri dari tiga tahap yaitu uji penduga (uji kuantitatif, bisa dengan metode MPN), uji penguat dan uji pelengkap. Waktu, mutu sampel, biaya, tujuan analisis merupakan beberapa faktor penentu dalam uji kualitatif koliform. Bakteri koliform dapat dihitung dengan menggunakan metode cawan petri (metode perhitungan secara tidak langsung yang didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup akan berkembang menjadi satu koloni yang merupakan suatu indeks bagi jumlah organisme yang dapat hidup yang terdapat pada sampel) seperti yang dilakukan pada percobaan ini (Penn, 1991).

Beratus-ratus spesies dapat menghuni bermacam-macam bagian tubuh kita, termasuk mulut, saluran pencernaan, dan kulit (Pelczar & Chan, 1986). Koliform merupakan kelompok bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya polusi kotoran dan kondisi sanitasi yang tidak baik terhadap air, makanan dan produk-produk susu. Bakteri koliform dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu koliform fekal (Escherchia coli) dan koliform non fekal (Enterobacter aerogenes) (Fardiaz, 1996).

Tujuan dari praktikum kali ini adalah agar praktikan mampu menghitung jumlah bakteri.Bakteri koliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup dalam saluran pencernaan manusia. Bakteri koliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik lain dengan kata lain merupakan bakteri indikator sebagai tanda bahwa adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan koliform fecal menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen. Keuntungan mendeteksi koliform adalah jauh lebih murah, cepat, dan sederhana daripada mendeteksi bakteri patogenik lain (Hadioetomo, 1993).

E. coli adalah bakteri koliform yang ada pada kotoran manusia, maka E. coli sering disebut sebagai koliform fekal. Pengukuran kuantitatif populasi mikroorganisme sangat diperlukan untuk berbagai macam penelaahan mikrobiologis. Berbagai macam cara dapat dilakukan untuk menghitung jumlah mikroorganisme, akan tetapi secara mendasar, ada dua cara yaitu secara langsung dan secara tidak langsung. Ada beberapa cara perhitungan secara langsung, antara lain adalah dengan membuat preparat dari austu bahan (preparat sederhana diwarnai atau tidak diwarnai) dan penggunaan ruang hitung (counting chamber). Sedangkan perhitungan cara tidak langsung hanya untuk mengetahui jumlah mikroorganisme pada suatu bahan yang masih hidup saja (viabel count). Dalam pelaksanaannya, ada beberapa cara yaitu : perhitungan pada cawan petri (total plate count / TPC), perhitungan melalui pengenceran, perhitungan jumlah terkecil atau terdekat (MPN methode), dan kalorimeter (cara kekeruhan atau turbidimetri) (Sutedjo, 1991).

Jumlah masing-masing cawan diamati setelah inkubasi, cawan yang dipilih untuk penghitungan koloni ialah yang mengandung antara 30 sampai 300 koloni, karena jumlah mikroorganisme dalam sampel tidak diketahui sebelumnya, maka untuk memperoleh sekurang-kurangnya satu cawan yang mengandung koloni dalam jumlah yang memenuhi syarat tersebut maka harus dilakukan sederetan pengenceran dan pencawanan. Jumlah organisme yang terdapat dalam sampel asal ditentukan dengan mengalikan jumlah koloni yang terbentuk dengan faktor pengenceran pada cawan yang bersangkutan (Penn, 1991). Metode perhitungan MPN sering digunakan dalam pengamatan untuk menghitung jumlah bakteri yang terdapat di dalam tanah seperti Nitrosomonas dan Nitrobacter. Kedua jenis bakteri ini memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman, sehubungan dengan kemampuannya dalam mengikat N2 dari udara dan mengubah amonium menjadi nitrat (Sutedjo, 1991).

kinetika adsorbsi

Adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu adsorpsi fisika (disebabkan oleh gaya Van Der Waals (penyebab terjadinya kondensasi gas untuk membentuk cairan) yang ada pada permukaan adsorbens) dan adsorpsi kimia (terjadi reaksi antara zat yang diserap dengan adsorben, banyaknya zat yang teradsorbsi tergantung pada sifat khas zat padatnya yang merupakan fungsi tekanan dan suhu) (Atkins, 1997).

Adsorbens yang paling banyak dipakai untuk menyerap zat-zat dalam larutan adalah arang. Zat ini banyak dipakai di pabrik untuk menghilangkan zat-zat warna dalam larutan. Penyerapan bersifat selektif, yang diserap hanya zat terlarut atau pelarut sangat mirip dengan penyerapan gas oleh zat padat. (Brady, 1999).

Besar kecilnya adsorpsi dipengaruhi macam adsorban, macam zat yang teradsorpsi, konsentrasi adsorben dan zat, luas permukaan, temperatur dan tekanan zat yang teradsorpsi (Atkins, 1997).

Adsorpsi digunakan untuk menyatakan bahwa ada zat lain yang terserap pada zat itu, misalnya karbon aktif dapat menyerap molekul-molekul asam asetat dalam larutannya. Tiap partikel adsorban dikelilingi oleh molekul yang diserap karena terjadi interaksi tarik-menarik. Zat-zat yang terlarut dapat diadsorpsi oleh zat padat, misalnya CH3COOH oleh karbon aktif, NH3 oleh karbon aktif, fenolftalein dari larutan asam atau basa oleh karbon aktif, Ag+ atau Cl- oleh AgCl. C lebih baik menyerap non elektrolit dan makin besar BM semakin baik. Zat anorganik lebih baik menyerap elektrolit. Adanya pemilihan zat yang diserap menyebabkan timbulnya adsorpsi negatif. Dalam larutan KCl, H2O diserap oleh arang darah, hingga konsentrasi naik (Sukardjo, 1989).

Dengan mengukur perubahan konsentrasi asam asetat sebagai fungsi waktu dan menganalisnya dengan harga k (konstanta kecepatan adsorpsi) atau dengan grafik maka kinetika adsorpsi karbon aktif terhadap asam asetat dapat ditentukan (Brady, 1999)

analisis anion

yuhu all..thanks udah mo mampir..kimia?kimia analisis?kimia farmasi analisis?puyeng?puyeng boleh, tapi jangan pantang menyerah..nih gue kasih hasil dari skrinning berbagai buku yang gue pinjem ma temen tentang ANALISIS ANION..semoga bermanfaat ya..Amin

Kemungkinan adanya Anion dapat diperkirakan dengan mengetahui kepastian kation apa saja yang terdapat dalam larutan sampel pada percobaan terdahulu yaitu Percobaan Analisis Kation.

Pengujian antara reaksi asam sulfat encer dan pekat merupakan salah satu cara untuk mengetahui anion apa saja yang terdapat dalam larutan sampel. Hal tersebut dikarenakan asam sulfat yang merupakan asam kuat mampu mendesak anion lemah keluar dari senyawanya. Sebagai contoh, larutan yang mengandung garam karbonat akan keluar dan terurai menjadi air dan gas karbondioksida dengan bantuan asam sulfat yang mendesak asam karbonat.

Dengan memperhatikan daftar kelarutan berbagai garam dalam air dan pelarut yang lain, jenis anion yang terdapat dalam larutan bisa diperkirakan. Misalnya garam sulfida tidak larut dalam asam, garam karbonat tidak larut dalam sulfida.

Untuk mendeteksi anion tidak diperlukan metode sistematik seperti pada kation. Anion dapat dipisahkan dalam golongan-golongan utama, bergantung pada kelarutan garam peraknya, garam kalsium atau bariumnya, dan garam zinknya. Namun, ini hanya dianggap berguna untuk memberi indikasi dari keterbatasan pada metode ini. (Vogel, 1985)

Proses-proses yang dipakai dapat dibagi kedalam (A) proses yang melibatkan identifikasi produk-produk yang mudah menguap, dan (B) proses yang bergantung pada reaksi-reaksi dalam larutan. (Vogel, 1985)

Secara kasar, reagensia atau pereaksi yang dapat dipakai adalah:

a. Zat kimia kualitas teknis.

b. Reagensia C.P, seringkali jauh lebih murni daripada reagensia U.S.P.

c. Reagensia U.S.P yaitu memenuhi persyaratan kemurnian yang ditetapkan oleh United States Pharmacopoeia.

d. Zat kimia bermuu ragensia (reagent-grade) memenuhi spesifikasi yang ditetapkan oleh Komite Reagensia Analitis dari Masyarakat Kimia Amerika Serikat. (Underwood, 1986)

Pengujian anion dalam larutan hendaknya dilakukan menurut urutan:

1. Uji sulfat

2. Uji untuk zat pereduksi

3. Uji untuk zat pengoksid

4. Uji dengan larutan perak nitrat

5. Uji dengan larutan Kalsium klorida

6. Uji dengan larutan besi (III) klorida. (Vogel, 1985)

Untuk keperluan sampel didihkan dengan larutan Na2CO3 jenuh, praktis semua ion logam mengendap sebagai karbonat, dan filtrat atau ekstrak soda (ES) dipakai untuk pengujian anion.

1. Kelompok Nitrat

2. Kelompok Sulfat

3. Kelompok Halogenida

4. Kelompok lain. (Rahmad, 2004)

***klo mo liat buku nya langsung, lo bisa liat di:

Day, R.A dan Underwood A.L, 1986, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta.

Yunus, Rahmat, 2004, Diktat Kimia Analitik I, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.

Vogel, 1985, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro Bagian I, PT. Kalman Media Pusaka, Jakarta.